Menyuarakan Kembali Semangat Deklarasi Istiqlal

by -30 views
menyuarakan-kembali-semangat-deklarasi-istiqlal
Menyuarakan Kembali Semangat Deklarasi Istiqlal

Saiful Maarif, Kasubtim Bina Akademik pada PTU pada Direktorat PAI, Ditjen Pendidikan Islam Kemenag

Momentum Idul Fitri 1446 H menjadi kesempatan baik bagi komunitas masjid untuk, di antaranya, mengingatkan umat akan adanya Deklarasi Istiqlal 2024 dan nilai-nilai yang patut dikembangkan. Pandangan ini relevan mengingat Badan Metereologi dan Geofisika (BMKG) telah mengingatkan bahwa pada periode mudik 2025 akan ada potensi hujan lebat, banjir, dan tanah longsor di beberapa jalur utama (Pantura, jalur selatan Pulau Jawa, sejumlah daerah di Sumatera, dan Kalimantan) dan nilai hakiki dalam ajaran Islam. Perubahan iklim dipandang sebagai penyebnya dan masjid diharapkan berkontribusi dalam upaya menghadapi hal tersebut di antaranya dengan memaksimalkan distribusi pesan substantif dalam khotbah.

Fungsi masjid dan rumah ibadah lain bukan lagi hanya merupakan sarana ibadah tempat umat mengekspresikan spiritualitas dan kesalehannya. Lebih dari itu, masjid dan rumah ibadah lain merupakan tempat bersemainya kesadaran untuk menguatkan semangat menjaga lingkungan dan kemanusiaan. Lewat Deklarasi Istiqlal 2024, masjid Istiqlal dan rumah ibadah lainnya memulai era baru pengelolaan rumah ibadah yang mengedepankan perhatian untuk dua krisis yang diyakini menjadi masalah utama selama beberapa dekade terakhir, yakni dehumanisasi dan perubahan iklim.

Istiqlal bukan hanya menjadi pencetus deklarasi tersebut, tapi pada praktiknya Istiqlal adalah pelaku dari gagasan menjaga dan merawat bumi. Hal ini terlihat saat tahun 2022 di mana Istiqlal menerima penghargaan sebagai Green Mosque pertama di dunia dan mendapat sertifikat Excellence in Design for Greater Efficiencies (EDGE) dari International Finance Corporation (IFC). Penghargaan ini menjadi penanda penting Istiqlal sebagai rumah ibadah pertama di dunia yang mengembangkan perspektif hijau (green building) dalam aktivitasnya. Dalam relasi tersebut, Deklarasi Istiqlal 2024 sangat relevan menjadi sebuah inisiatif yang dikembangkan oleh Istiqlal dan para pemuka agama lainnya.

Penandatanganan Deklarasi Istiqlal dilakukan oleh Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar dan Paus Fransiskus dan pada 5 September 2024 di Jakarta. Dibacakan secara bergantian oleh Ismail Cawidu dari Masjid Istiqlal dan Monsinyur Tri Harsono dari Konferensi Wali Gereja Indonesia, Deklarasi Istiqlal 2024 menandai babak baru keberpihakan rumah ibadah berbagai agama Abrahamik dan non-Abrahamik terhadap krisis kemanusiaan dan perubahan iklim yang makin nyaring disuarakan.

Deklarasi Istiqlal

Deklarasi Istiqlal 2024 dibuka dengan pernyataan masih maraknya aksi dehumanisasi di berbagai belahan dunia yang dilakukan melalui adanya kekerasan dan konflik yang sering kali menimbulkan korban yang mengkhawatirkan. Globalisme praktik dehumanisasi merujuk pada realitas bahwa kemanusiaan kerap kali ditekan dan berada di bawah kepentingan dan nafsu politik. Dengan kasat nyata gampang ditemukan bahwa nilai kemanusiaan sangat mudah ditekuk untuk kepentingan sementara sebagaimana terjadi di Yaman, Sudan, Suriah, Kongo, Palestina, Ukraina, Pakistan, Bangladesh, dan di berbagai belahan negara lainnya.

Di beberapa contoh negara yang disebut, nyawa manusia sangat murah. Kemanusiaan menjadi mahal karena kepentingan politik dan kekuasaan menjadi tujuan utama. Penghargaan terhadap nilai kemanusiaan menjadi pertimbangan kesekian setelah kepentingan politik dan kekuasaan. Di beberapa wilayah yang relatif tertutup dari pemberitaan internasional (semisal Sudan dan Kongo), praktik kekerasan dalam semua aspeknya disinyalir dilakukan secara masif dan konstruktif. Setiap hari kita menyaksikan berita-berita kekerasan yang sangat tidak menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Di Suriah, misalnya, di wilayah yang memiliki pemerintahan yang sama sekali baru, kekerasan tiba-tiba meledak dan memakan ribuan korban jiwa sebagaimana mudah terjadi di wilayah tetangga mereka, Palestina.

Dalam sengkarut permasalahan itu, peran agama seharusnya mencakup upaya untuk memajukan dan menjaga martabat setiap kehidupan manusia. Sudah semestinya, nilai-nilai yang dianut oleh tradisi agama harus diarahkan secara efektif dan kreatif untuk mengalahkan budaya kekerasan dan ketidakpedulian yang melanda dunia. Sesungguhnya, nilai-nilai agama harus diarahkan untuk mengedepankan budaya rasa hormat, martabat, kasih sayang, rekonsiliasi, dan solidaritas persaudaraan untuk mengatasi dehumanisasi. Diharapkan, para pemimpin agama khususnya, yang terinspirasi oleh narasi dan tradisi spiritual masing-masing, harus bekerja sama dalam menanggapi krisis tersebut, mengidentifikasi penyebabnya, dan mengambil tindakan yang tepat yang diperlukan untuk masa depan yang lebih baik.

Dalam titik masalah dehumanisasi pada beragam konflik yang terjadi, Deklarasi Istiqlal meyakini bahwa dialog antaragama merupakan instrumen yang efektif untuk menyelesaikan konflik lokal, regional, dan internasional terutama yang dipicu oleh penyalahgunaan agama. Selain itu, kepercayaan dan ritual keagamaan juga dipercaya memiliki kapasitas tersendiri dalam upaya menyentuh hati manusia. Upaya ini diharapkan membuahkan energi positif yang merekatkan. Kedekatan seperti ini diharapkan mampu menumbuhkan rasa hormat yang lebih dalam terhadap martabat manusia dan mampu menghindarkan dari tindakan merendahkan martabat manusia.

Perubahan Iklim

Di sisi lain, terdapat krisis yang tidak kalah membutuhkan perhatian bersama yang juga tengah mengemuka, krisis tersebut adalah krisis perubahan iklim. Perubahan iklim diyakini merupakan faktor determinan penyebab berbagai bencana alam yang terjadi dewasa ini. Musim yang menjadi tidak menentu yang terjadi tidak pada waktu biasanya memicu berbagai bencana di lapangan. Di samping itu, perubahan iklim dipandang menjadi penyebab penyebaran penyakit degeneratif lebih cepat menyebar. Di luar itu, perubahan iklim membawa momok peningkatan intensitas cuaca ekstrem. Tidak heran jika Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut umat manusia tengah berada di “jendela bencana” sebagai akibat langsung dampak perubahan iklim.

Secara umum, penyebab perbahan iklim adalah penggunaan bahan bakar fosil dalam yang telah menghasilkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK). Kondisi ini dapat diumpamakan seperti selimut yang menutupi seluruh permukaan bumi, menjebak panas dari sinar matahari didalam bumi, dan menaikkan suhu bumi. Secara natural, suhu bumi sangat bergantung pada keseimbangan antara energi yang masuk dan energi yang keluar dari sistem planet bumi. Saat terpaan sinar matahari mencapai permukaan bumi, sinar tersebut dapat dipantulkan kembali ke luar angkasa atau terserap ke bumi. Energi masuk yang terserap oleh bumi akan menghangatkan bumi. Sekali terserap, bumi melepaskan sejumlah energi kembali ke atmosfer bumi sebagai energi panas.

Jika diamati lebih dalam, berbagai aktivitas manusia seperti pembakaran bahan bakar fosil (batubara, minyak bumi, gas) untuk panas dan energi, pembabatan hutan, pengusahaan peternakan skala besar, pemupukan tanaman pangan atau perkebunan, penyimpanan limbah secara landfill , dan produksi beberapa macam produk industri telah sangat efektif menyumbang Gas Rumah Kaca (GRK). Keserakahan manusia jelas menjadi penyebab perubahan iklim sebagaimana berbagai laporan lembaga dunia. Keserakahan ini patut menjadi renungan bersama dan Deklarasi Istiqlal memberi garis tegas tentang krisis perubahan iklim.

Sikap eksploitatif manusia terhadap bumi telah menyebabkan perubahan iklim yang mengakibatkan berbagai konsekuensi yang merusak dan pola cuaca yang sulit diprediksi. Krisis lingkungan yang sedang berlangsung ini disinyalir telah menjadi hambatan bagi koeksistensi masyarakat yang harmonis dan umat manusia perlu mengambil tindakan segera. Atas berbagai kerusakan alam yang ada, deklarasi ini menyerukan kepada semua orang yang berkehendak baik untuk mengambil tindakan tegas guna menjaga integritas lingkungan alam dan sumber dayanya, karena umat manusia saat ini telah mewarisinya dari generasi sebelumnya dan berharap untuk dapat mewariskannya kepada anak cucu kelak.

Deklarasi Istiqlal menekankan bahwa lingkungan hidup yang sehat, damai, dan harmonis sangat penting untuk menjadi hamba Tuhan sejati dan penjaga ciptaanNya. Menjadi hamba yang baik di antaranya adalah dengan menjaga dan merawat alam dan lingkungan hidup sekitar.

Saiful Maarif, Kasubtim Bina Akademik pada PTU pada Direktorat PAI, Ditjen Pendidikan Islam Kemenag

DSC_0067
webmaster

Santri Nderek Kyai Mawon. Urip mung numpang sujud sing apik. Gak usah ngatur Tuhan, yang penting selaluu optimis dan penuh harapan.

Tentang Penulis : webmaster

Gravatar Image
Santri Nderek Kyai Mawon. Urip mung numpang sujud sing apik. Gak usah ngatur Tuhan, yang penting selaluu optimis dan penuh harapan.