Jakarta, Arina.id – Punya wajah glowing, halus bin mulus bak kulitnya putri sejagat tentu impian semua orang, bukan cuma bagi hawa, para pria pula. Sejak dulu orang percaya, kulit sehat tidak cukup mengandalkan air putih, pola makan, dan gaya hidup semata. Akan tetapi butuh sentuhan kosmetik juga.
Namun ketika harapan itu ditumpangkan pada produk kosmetik yang salah, tidak mengantongi izin edar dan mengandung bahan berbahaya, alih-alih punya kulit mulus, kerusakan kulit justru bakal diderita. Dampak kosmetik tidak lazim ini tidak main-main: kulit gosong, melepuh, iritasi hebat, sampai kerusakan permanen.
Industri kecantikan di Indonesia terus berevolusi. Beragam skincare produk baru dari brand-brand lokal maupun luar negeri terus bermunculan. Setiap tahun tren perawatan kulit mengalami pergeseran seiring dinamika kebutuhan pasar. Tak heran banyak produk kecantikan dari berbagai merek baik lokal maupun internasional bermunculan dengan tawaran inovasi menggiurkan. Mulai dari packaging, harga, kandungan dan kecocokan dengan jenis kulit dan usia dikemas apik.
Pertumbuhan pesat ini tak lepas dari peran e-commerce yang menjadi kanal utama konsumen dalam memilih dan membeli produk. Brand-brand baru seperti Glad2Glow, Azarine, dan The Originate belakangan mulai menguat eksistensinya.
Perubahan ini mencerminkan dinamika pasar yang semakin kompleks, dengan inovasi dan gaya strategi pemasaran. Media sosial seperti Facebook, Instagram, TikTok menjelma menjadi medan utama promosi paling ampuh sementara official store di platform e-commerce menjadi kunci kepercayaan konsumen.
Meski banyak dermatologis kerap mengingatkan bahwa efektivitas suatu bahan lebih penting daripada sekadar tren, geliat industri kecantikan tetap dipenuhi inovasi dan penemuan baru.
Produk kecantikan seperti skincare, bodycare, makeup bahkan menjadi produk nomor 2 yang banyak dicari di platform e-commerce terbesar di Indonesia dan Asia Tenggara yakni Shopee. Pada akhir tahun 2024 peningkatan pesanan meningkat 11 kali lipat. Bagi pebisnis peluang emas ini terlalu sayang untuk dilewatkan, maka jika Anda buka Shopee atau toko lainnya akan berseliweran produk kosmetik yang dijual murah, paketan, ada pula yang dijual dengan harga tinggi.
Riset databoks terbaru, Shopee tercatat melayani penjualan produk perawatan dan kecantikan senilai Rp29,6 triliun dengan pangsa pasar 60 persen di kategori ini. Tingginya permintaan skincare membuka celah peredaran produk skincare abal-abal di masyarakat. Mulai dari yang tanpa lebel, etiket biru atau resep dokter yang tidak sesuai ketentuan, hingga produk impor ilegal yang lolos dari pengawasan.
Fenomena ini makin pelik ketika media sosial menjadi ladang subur bagi promosi skincare. Influencer, selebgram, artis, bahkan ning-ning di pesantren ikut serta memasarkan produk kecantikan. Sebagian menjadi endorser, tidak jarang mereka juga punya brand sendiri.
Ironisnya, sebagian mereka (untuk tidak mengatakan semua) menjual produk yang masuk daftar hitam Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Masyarakat yang terbius janji glowing instan pun tergiur membelinya.
Otoritas pengawasan masih kedodoran
Di tengah pesatnya industri kosmetik jalur cepat dan gelap kosmetik ilegal atau lazim disebut krim abal-abal berbahan merkuri hingga hidrokuinon muncul di pasaran. Fenomena itu tentu membahayakan bagi masyarakat Indonesia.
Melansir dari Jurnal Kesehatan. Merkuri atau air raksa, adalah satu-satunya logam berbentuk cair di suhu ruang-ruang berbentuk cair di suhu ruang dan berwarna keperakan. Merkuri-bahan yang dulu digunakan dalam termometer-masih ditemukan dalam krim pemutih.
Krim dengan kandungan merkuri menghambat produksi melanin, sehingga memberi ilusi “putih seketika” padahal melanin dibutuhkan tubuh untuk melindungi kulit dari sinar ultraviolet. Alih-alih wajah Glowing, justru kulit rusak, skin barrier bermasalah dan bisa terjadi infeksi pada kulit.
Penggunaan merkuri sejatinya sudah dilarang melalui peraturan BPOM Nomor 3 Tahun 2019. BPOM menyebut mereka sudah memberangus keberadaan krim-krim itu berulang kali, tidak ada efek jera bagi pelaku diduga memicu menjamurnya praktik kosmetik ilegal.
Hingga awal 2025, BPOM telah mendaftar lebih dari 900 produk kosmetik berbahaya. Pada penghujung 2024, BPOM menyita 235 jenis kosmetik ilegal. Total nilai ekonomi ditaksir mencapai Rp 8,9 miliar.
Meski sudah ada peraturan yang melarang merkuri dalam kosmetik, enforcement masih jauh dari harapan. Menjamurnya Maklon (Manufacturing on contract) atau sebuah layanan manufaktur kontrak membuka celah baru. Celah ini diperparah dengan rendahnya produk di awal-awal masuk (barrier of entry) dalam industri.
Melalui Maklon, siapapun bisa memiliki brand sendiri hanya dengan modal kecil. Maklon juga bisa membantu pengusaha skincare dengan formulasi izin merk, BPOM, hingga sertifikat halal. Jasa Maklon dapat memudahkan para pebisnis untuk fokus pada core business, hemat biaya, fleksibel, akses keahlian dan teknologi, memunculkan produk baru dengan cepat, dan meningkatkan volume produksi.
Pengawasan yang longgar, masyarakat yang mendamba good looking atau obsesi terhadap penampilan, dan pelaku usaha yang hanya meraup keuntungan dari bisnis kosmetik tanpa melakukan quality control menciptakan ekosistem bisnis kosmetik yang rawan penyimpangan.
Dari sisi regulasi, pemerintah diharapkan bisa menerapkan aturan ketat terutama dalam hal batasan barrier of entry industri kosmetik yang saat ini masih rendah. Tanpa pengawasan ketat dan regulasi yang kuat, wajah glowing bisa berubah mimpi buruk yang mahal.