MURID KESAYANGAN MAMA SEMPUR || Mondok Selama 20 Tahun Di Sempur Plered PWK || Pangersa Abah Citolo

by -8 views
MURID KESAYANGAN MAMA SEMPUR || Mondok Selama 20 Tahun Di Sempur Plered PWK || Pangersa Abah Citolo

MAMA KH. SHODIQUL MASHDUQI

-Tentang Kelahiran dan Masa Menuntut Ilmu
Mama KH. Shodiqul Mashduqi, lahir di Kp.
Warung, Des. Citalem Bandung Barat pada tahun 1900 M/1321 H. Beliau
adalah anak ke-8 dari 9 (sembilan) bersaudara, dari
pasangan Ayah H. Nur dan Ibu Hj. Ma’ah (Pasirpogor).
Dahulu saat lahir nama beliau adalah Erum Rumja,
kemudian berganti nama menjadi Maqsudi, kemudian
berganti lagi menjadi Shodiqul Mashduqi.
Masa kanak-kanak dan remaja beliau di habiskan
untuk menuntut ilmu, baik formal maupun non formal.
Pertama kali beliau berguru adalah kepada Mama KH.
Mashduqi yang tak lain adalah Mertuanya sendiri.
Setelah lulus dari SR (Sekolah Rakyat), Mama
Shodiqul Mashduqi mengikuti sekolah MULO (Meer
Uitgebreid Lagere Onderwijs) di Banjaran. Kemudian pada
tahun 1918 M beliau menuntut ilmu di Sempur (Purwakarta)
kepada Mama Tubagus Ahmad Bakrie (Mama Sempur)
selama kurang lebih 18 tahun.
Mama KH. Shodiqul Mashduqi bin Ayah H. Enur
adalah Angkatan ke-2 lulusan Pesantren Sempur. Adapun
urutan angkatan Pesantren Sempur di antaranya:
1. Angkatan Pertama, Abuya Ceng Qodir (Gentur)
dll.
2. Angkatan ke-2 yaitu, Mama Shodiqul Mashduqi,
Mama Raden Ma’mun Nawawi (Cibarusah),
Mama Raden Mukhtar (Wanayasa), Mama
Syathibi (Karawang), Mama Idris
(Benul/Sukatani), dll.
3. Angkatan ke-3 yaitu, Mama Cep Hanafi (Sela
Awi), dll.
Mama Shodiqul Mashduqi selama nyantri di
Sempur, selain waktunya banyak digunakan untuk mengaji. juga banyak digunakan untuk berkhidmah. Beliau adalah
merupakan salah satu santri terdekat Mama Sempur,
sehingga Mama Sempur mempunyai panggilan khusus
terhadap beliau, yaitu Acud.
Begitu khidmah dan taatnya kepada guru, selama 18
tahun nyantri di Sempur, Mama Shodiqul Mashduqi satu
kali pun tidak pernah keluar komplek pesantren kecuali atas
perintah Sang Guru. Selain itu, beliau juga sering diemban tanggung jawab dalam belajar mengajar Santri apabila
Mama Sempur ada halangan.

Part 2

-Perjalanan Mengamalkan Ilmu
Dalam perjalanan dan perjuangan mengamalkan
ilmu, tidak jauh berbeda seperti halnya Mama Mashduqi
(Mertuanya). Beliau kerap mendapat teror dan ancaman
baik di masa
Penjajahan Kolonial Belanda maupun masa pemberontakan
DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia).
Pernah, pada suatu ketika tiba-tiba para tentara
Belanda mendatangi Mama Shodiqul Mashduqi. Entah apa
sebabnya mereka menyuruh dengan paksa agar beliau turun
dan masuk ke dalam kolam yang berada di area Pesantren.
Tidak disangka, beberapa dari tentara itu mengarahkan
senjata ke arah Mama kemudian menembaknya beberapa
kali. Namun atas kuasa dan pertolongan Allah swt. bukan
beliau yang terluka, melainkan ikan-ikan yang berada di
dekat Mama.
Pada sekitar tahun 1953 M, salah satu pimpinan
DI/TII mendatangi Pesantren, meminta dan membujuk
Mama Shodiqul Mashduqi untuk bergabung dengan mereka
maksud dan tujuan intinya adalah ingin menjadikan beliau
sebagai hakim bagi kelompoknya. Namun Mama Shodiqul
Mashduqi menolak, karena baginya membangun Negara di
dalam Negara adalah termasuk bughot (membangkang
pemerintah) dan itu haram hukumnya. Tentu saja keputusan
itu membuat mereka geram, hingga pada kedua kalinya
mereka datang langsung menggeledah Pesantren dan
mengambil alih Pesantren hingga satu minggu lamanya.
Keberadaan para anggota DI/TII di Pesantren pun
tercium oleh TRI (Tentara Republik Indonesia). Namun
ternyata mereka mengira bahwa Mama Shodiqul Mashduqi
beserta para santri telah berkomplot dengan DI/TII.
Kemudian Pesantren pun dikepung oleh TRI. Perang
meletus. Tiga orang Santri harus kehilangan nyawanya
karena ditembak anggota TRI.
Hingga akhirnya, Mama Shodiqul Mashduqi beserta
keempat anaknya (yakni KH. Bahrussalam, H. Aan, Abah
H. As’ad Yafe’i, dan Ibu Hj. Sa’adah) pergi mengungsi ke
Pesantren Sempur atas saran Mama Sempur.

Part 3 .

Disaat itu KH. Shodiqul Mashduqy berhijrah ke sempur di beri tugas untuk membantu Kegiatan belajar mengajar di pondok Sempur . Bahkan menurut penuturan putra ke -3 yaitu H. As’ad Yafe’i KH. Shoduqul Mashduqy Banyak kiayi dan Ulama Jawa barat & Banten yang pernah ngaji Tabaruk dan bandungan (Balagan) Kepada KH. Shodiqul Mashduqy diantra nya :
– Abuya Dimyathi cadasari Banten
– Abuya Busthomi cisantri Banten
-Abah Obay Karawang
-KH. Hanafi Sela Awi purwakarta
-KH. Kholil ciapus Bogor
-KH. Baehaqy jatiragas Subang
Dan masih banyak yang lain nya.
Semantara itu Pondok Pesantren Cibalok
dan keluarga lainnya beliau titipkan
kepada lurah santri yang saat itu dipegang oleh Ajengan
Syahidin (Sumatra) dan Ajengan Sanusi (Cilutung). Baru
setelah keadaan mulai membaik, yakni pada tahun 1957 M,
Mama shodiqul Mashduqi dan keempat anaknya kembali
pulang ke Cibalok dengan dijemput Camat dan Kepolisian
Sindangkerta.
Mama Shodiqul Mashduqi wafat pada tahun 1991 M
(di usia 91 tahun) bertepatan dengan tanggal 14 Dzulhijjah
1412 H.

Full Ceramah KH. Aos Toyyibi
https://youtu.be/3PunLug6pDM

#MURIDMAMASEMPUR #SANTRIMAMASEMPUR
#MAMACIBALOK

webmaster

Gravatar Image

Santri Nderek Kyai Mawon. Urip mung numpang sujud sing apik. Gak usah ngatur Tuhan, yang penting selaluu optimis dan penuh harapan.

Tentang Penulis : webmaster

Gravatar Image
Santri Nderek Kyai Mawon. Urip mung numpang sujud sing apik. Gak usah ngatur Tuhan, yang penting selaluu optimis dan penuh harapan.